Perjalanan Dewa Siwa, Legenda Papua Dari Suku MAYBRAT IMIAN SAWIAT





Oleh : Hamah Sagrim

Perbincangan mengenai dewa Shiwa acapkali hanya diketahui di wilayah Hindustan India, namun siapa yang pernah tahu atau dengar bahwa di Asia bagian tenggara yaitu tepatnya di pulau Papua Barat bagian kepala burung suku Maybrat, Imian, Sawiat, dari zaman lampau telah mengenal sosok dewa Shiwa. Belum satu pun referensi buku di dunia yang menulis tentang hal ini terutama bahwa tak ada seorang ilmuwan pun yang pernah melakukan penelitian tentang mitologi tersebut di daerah tiga suku ini. Banyak bukti-bukti dari hasil yang dilakukan oleh dewa Shiwa di tiga wilayah tersebut. Dalam catatan penelitian saya, telah saya redaksikan history singkat tentang perjalanan dan perbuatan dewa Shiwa di tiga daerah tersebut, sebagai berikut.

Shiwa adalah seorang dewa yang dipercaya oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat sebagai sang Ilahi yang telah melakukan banyak mukjizat di bumi. Mula-mula Dewa shiwa hidup di daerah Maybrat, Imian, dan Sawiat. Banyak perbuatan menakjubkan yang dilakukan oleh Shiwa di sana sehingga dianggap sebagai maha dewa yang ilahi. Dalam sejarah penciptaan bumi, Shiwa tinggal di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat - Indonesia.

Ketika bumi dibentuk pertama, bumi belum sempurna. Dewa Shiwa berjalan sambil melihat-lihat bentuk alam semesta. Shiwa berjalan dari daerah Imian dengan mencabut dua buah gunung dari daerah Srit di sedorfoyo untuk dibawanya. Bekas dari kedua gunung tersebut kini menjadi dua sumur biru yang dipercaya sebagai pusat alam bersah di sedorfoyo oleh masyarakat setempat. Shiwa mengikat kedua gunung tersebut dengan menggunakan dua jenis tali yaitu (sedror: bahasa Sawiat )atau dalam bahasa Maybrat disebut kon untuk mengikat salah satunya dan gunung berikut Shiwa menggunakan tali ila: bahasa Maybrat. Shiwa menenteng kedua gunung tersebut dari Sedorfoyo-Imian berjalan ke daerah Sawiat dan Maybrat.

Ketika Shiwa berjalan sampai di suatu tempat salah satu gunung yang diikat dengan sedror atau kon itu terputus dan tertanam di sana. Gunung tersebut diberi nama sedror sesuai dengan nama tali yang digunakan oleh Siwa untuk mengikatnya. Selain itu, tempat tersebut juga diberi nama sedror. Shiwa juga meninggalkan bekas kakinya di sana. Bentuk bekas kaki tersebut tidak keseluruhan tetapi hanya bagian jari dan sedikit bagian bawah dekat jari-jari, sehingga sering dikatakan oleh masyarakat setempat bahwa mungkin pada waktu itu Shiwa sedang jinjit entah ada sesuatu yang hendak dilakukan olehnya sehingga gunung tersebut putus lalu jatuh dan tertanam disana.

Setelah itu, Shiwa melanjutkan perjalanannya ke arah Timur. Sekitar tujuh kilo meter kemudian, Shiwa meninggalkan bekas kaki kirinya secara jelas disana yaitu tepatnya di sungai Wren Mayis atau sebutan lain untuk tempat itu adalah o ron myi dalam bahasa Maybrat yang diterjemahkan sebagai berikut, o berarti 'Tempat' sedangkan ron berarti 'keabadian, kekekalan, dan myi artinya 'selama-lamanya', bila kita gabungkan berarti 'Tempat yang Abadi atau kekal Selama-lamanya. Masyarakat setempat menyebut bekas kaki itu dengan Shiwa yayir yang diterjemahkan berarti Bekas Kaki Tuhan/Dewa. 

Shiwa berjalan lagi ke arah timur sekitar tujuh kilo meter kemudian dia bertemu dua orang gadis tepatnya di Ntles yang sedang menyiapkan lahan untuk perkebunan mereka. Nama lain dari Ntles adalah Ntlas dalam bahasa Maybrat artinya Terungkap, atau telah nyata, atau sudah jelas.
Shiwa bersembunyi di semak-semak dekat lahan perkebunan tersebut dan meletakan tali di tengah lahan kebun dan melanjarnya hingga bagian ujung sebelahnya dipegang oleh Shiwa. 

Setelah itu, kedua gadis tersebut membersihkan segala macam rerumputan dan hendak menarik tali yang di letakan oleh Shiwa, tiba-tiba yea..... ayoh ra seit meteit....., bi awia meit e? (yea .....waduh itu ada seseorang ,...... siapa orang itu?) kedua gadis tersebut melihat Shiwa dan mereka kaget sehingga saling bertanya. Melihat kedua gadis yang sedang ketakutan itu, Shiwa menyapa mereka dan berkata "Nwa ma - jangan takut, jyio fi Siwa - Saya ini Siwa, Anu nbeok seit ysia jyio - diantara kamu berdua satu orang harus kawing dengan saya. 

Mendengar keinginan Shiwa tersebut kedua gadis itu berlari ketakutan meninggalkan Siwa. Melihat periilaku dari kedua gadis itu, Shiwa marah dan mengambil gunung yang dibawanya lalu ditanam untuk menutupi lahan kebun tersebut.
Kejadian itu tidak dibicarakan oleh kedua gadis tersebut kepada saudara laki-laki mereka karena takut saudara-saudara mereka akan membunuh Shiwa sehingga dirahasiakan. Kedua gadis itu mencari akal bagaimana supaya saudara-saudara laki-laki mereka bisa ikut ke lahan kebun agar bisa mengenali pria tersebut. Akhirnya mereka dapat ide yaitu berpura-pura meminta tolong kepada saudara laki-laki mereka untuk menebang pohon di lahan kebun yang telah dipersian. Saudara-saudara mereka bersedia untuk membantu sehingga mereka bergegas membawa kapak serta parang lalu bersama-sama kedua gadis tersebut berangkat ke lahan tersebut. Ketika mendekati lokasi kebun, kedua gadis itu kebingungan karena lahan yang telah dipersiapkan oleh mereka tidak ada.

Kedua gadis itu terkejut dan berkata wo tein reno miyo e.... ayoh e (wo lahan itu di mana e... adoh) beberapa menit kemudan keduanya sadar bahwa ternyata lahan kebun itulah yang telah tertutup oleh gunung besar yang menjulang tinggi di hadapan mereka. Kedua gadis itu teriak penuh penyesalan dan berkata kepada saudara mereka katanya;
       ''yu...... tein reno oh atu refo mros wa fo
  yu......yu........yu.......yu.......yu..........yu
       bi awia yno fo e.......?''
          ''yu..... lahan itu yang gunung ini telah tutupi ini
  yu........ yu............. yu..... yu.....yu............yu
 orang siapa yang menanam gunung ini ?
   karena kedua gadis itu kecewa dan takut akhirnya mereka membicarakan hal yang telah terjadi antara mereka dan Shiwa kepada saudara laki-laki mereka.
 Kejadian tersebut diceriterakan kepada semua orang sehingga mereka bergegas pergi untuk melihatnya ''wo we atu refo mban hayo mros wefo fo, bo bawi mno mefo? - wah gunung ini dari mana kok bisa ada di sini, siapa yang tlah melakukannya?''. Kedua gadis itu menjelaskan apa yang mereka alami kepada semua orang yang datang untuk melihat kejadian yang sangat aneh bagi mereka itu.

 Gunung tersebut diberi nama ila. Nama gunung diambil dari nama jenis tali yang digunakan oleh Shiwa untuk mengikatnya. Ila atau ilah dalam artikulasinya adalah ''Allah'', sehingga dianggap sebagai gunung Tuhan oleh masyarakat setempat. Sedangkan kedua gadis tersebut bernama Mboh Ilo dan Mboh Illa. Gadis yang diberi nama Ila adalah gadis yang ditaksir oleh Shiwa untuk dikawini tetapi tidak berhasil tersebut. Selain itu, diberi nama ila karena dia juga yang telah menarik tali yang diletakan oleh Siwa di tengah lahan kebun yang mereka persiapkan, selain itu, dia juga yang pertama menemukan Shiwa. Nama gadis itu juga disesuaikan dengan nama tali yang Shiwa gunakan untuk mengikat gunung tersebut.
 Di atas puncak gunung Ila ada sebuah pohon namanya mlahsin. Semua bentuk daun dari segala macam jenis pohon di bumi terdapat di setiap dahan pohon itu. Pada sekujur gunung dikelilingi oleh semut marabunta. 

Gunung ila dianggap sebagai tempat alam bersah karena merupakan kediaman Tuhan. Tidak semua orang bisa mendaki gunung ini, hanya para abdi wiyon atau yang sering disebut ra wiyon, karena banyak pantangan yang akan dihadapi sehingga orang awam yang tidak mengetahui kata-kata majik tidak akan mampu mendaki hingga puncaknya.
 Ada sebuah tempat yang letaknya tidak jauh dari gunung ila namanya ''SAUF'' tempat tersebut kini dijadikan sebagai sebuah kampung dan nama kampung tersebut adalah SAUF sesuai dengan nama tempat. Sauf mempunyai arti makna religius yaitu ''SA'' dalam bahasa Maybrat artinya SEPULUH, sedangkan ''UF'' artinya UTUH. Dalam pengertian lain bahwa SAUF adalah ''SEPULUH HUKUM YANG UTUH''. Dalam mitologi setempat menceriterakan bahwa Kampung Sauf sebagai tempat dimana Allah memberikan sepuluh hukum dan masyarakat di Kampung Sauf yang menyimpan dua loh batu yang tertulis sepuluh hukum taurat tersebut. 
 
Shiwa berjalan terus ke wilayah Timur. Sekitar tujuh kilo meter, Siwa naik perahu dan hendak mau mendayungnya tetapi bumi ikut bergoyang membuat Shiwa turun dari perahu tersebut dan menanam penggayu untuk menahan bumi supaya kuat. Ketika Shiwa menanam penggayu, air menjadi kering dan berubah menjadi daratan. Sepertinya waktu itu bumi masih ditutupi samudera raya. Perahu dan penggayu tersebut hingga sekarang menjadi batu dan masih berada di sana tepatnya di sungai Sermut. Penggayu itu dianggap sebagai penyangga bumi. Sermut dalam sebutan bahasa Maybrat artinya ''air yang di tutup''. Ada sebuah kampung dekat sermut namanya HAWIOH atau dalam sebutan lain HAWION dalam bahasa Maybrat artinya ''MEMUJI'' atau ''tempat memuji dan menyembah''. 

Setelah Shiwa menanam penggayu sebagai penyangga bumi, dia melanjutkan perjalanannya terus ke arah Timur. Sekitar sembilan kilo meter, ketika Shiwa hendak menginjak kakinya di sebuah batu bulat disana mengakibatkan sebuah air muncul disana dan mengalir. Air tersebut adalah TUT. Tut dalam sebutaan bahasa Maybrat adalah ''Saya menutup''. Shiwa meninggalkan telapak kakinya di batu tersebut. Kini batu yang adanya bekas kaki Shiwa itu disebut FRA SIWA yang dalam sebutan bahasa Maybrat artinya ''Batu Tuhan atau batu Dewa''. Frasiwa terletak di fratafen, disana ada sebuah kampung baru yang namanya Fratafen. Fratafen dalam sebutan bahasa Maybrat bila dterjemahkan artinya ''fra: batu, ta: kaki, atau saya punya kaki. fen: membentuk/membuat'' yang bila digabungkan berarti ''batu yang dibentuk dengan saya punya kaki, ''saya dalam hal ini rujukannya kepada Shiwa''.

  Setelah itu, Shiwa melanjutkan perjalanannya ke arah Timur sekitar lima kilo meter, ada sebuah batu yang kini disebut ''YA'' disana, Shiwa menginjakkan kakinya di atas batu itu lalu berjalan ke pulau AMIN. setelah dari pulau amin, Shiwa melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat di daerah Fayoh namanya WAHYU.
  Di daerah Wahyu terdapat dua buah goa yang dipercaya sebagai sahul dan gehena atau dalam sebutan bahasa Maybrat Sawro. Masyarakat setempat menjadikannya sebagai pusat alam bersah karena bagi mereka setiap manusia yang meninggal dunia arwahnya pasti datang masuk ke dalam goa tersebut karena Wahyu dalam mitologi orang Maybrat merupakan tempat menampung semua arwah manusia di bumi untuk menunggu kedatangan Shiwa/Tuhan. Di Wahyu, Shiwa menyatakan bahwa tempat ini adalah tempat penampungan arwah manusia untuk menantikan kedatangan hari penghakiman.

Shiwa melanjutkan perjalanannya ke daerah Tehit. Ketika Shiwa telah sampai di sebuah air terjun di dekat laut, ada sebuah goa besar letaknya tepat dibalik air terjun tersebut. Goa itu menghubungkan jalur darat dan laut hingga semenanjung Onim Fak-fak. Ada sebuah pulau berada di tengah laut dekat air tejun tersebut, Shiwa melangkah ke pulau itu. Ketika Shiwa hendak mau berjalan, ada sebuah ruma mau mengikutinya. Shiwa berkata kepada rumah itu katanya, ''jangan ikut, tunggu di situ'', akhirnya rumah tersebut berhenti dan menjadi sebuah pulau disana.

Shiwa berjalan ke Pulau Biak. Setelah sampai di disana, Shiwa bersembunyi di sebuah goa. Ada satu sungai dekat goa itu yang letaknya tidak jauh dari kampung. Suatu hari ada seorang gadis cantik hendak mau mandi. Dia adalah anak dari seorang Mambri. Mambri adalah seorang Raja yang berada di kampung Biak. Shiwa sangat naksir terhadap gadis itu sehingga dia bersembunyi di balik pohon lalu mengambil salah satu buah dari pohon nona dan melemparkannya ke arah gadis tersebut dengan mengikuti air lalu buah itu kena persis pada susu bagian kiri dari gadis tersebut. Ketika pulang ke rumah, gadis tersebut merasa gatal-gatal dan akhirnya hamil. Raja Mambri dan warga masyarakat kaget dengan kehamilan anak gadisnya. 

Melihat hal itu, Mambri berusaha menyelidiki anak gadisnya yang hamil tersebut kaatanya 'siapa pria yang menghamili kamu anakku?' akan tetapi anak gadisnya tidak tahu dan merasa aneh dan berkata kepada bapaknya kalau dia juga kaget kok tiba-tiba dia bisa hamil tanpa pernah bersetubuh dengan laki-laki manapun. Raja Mambri merasa tidak puas dengan hal itu sehingga raja berkata, ''baiklah, kita tunggu bayinya lahir dan ketika anak itu sudah berumur satu setengah tahun kita akan lakukan upacara terbuka dan mengundang semua laki-laki di kampung ini hadir lalu kita biarkan anak itu berjalan, jikalau dia berlari menuju laki-laki yang hadir tersebut dan memeluknya maka itulah ayah dari anak ini. Akhirnya semua bersepakat untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh raja Mambri tersebut.
TAMAT

*Alm. Hamah Sagrim (1982-2021), merupakan salah satu peneliti muda dan penulis maupun pemerhati budaya Maybrat (Sorong Papua). Dia banyak menulis tentang kehidupan masa lalu orang Papua Maybrat, mempelajari arsiktetur kuno, pola-pola kehidupan sosial orang Maybrat.

Editor : Octovianus Duwith


     

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama